Monday, August 17, 2020

Berjaunglah Saudaraku, Engkau juga Pahlawan (Sekelumit perjuangan guru di daerah 3T)

 

Berjaunglah Saudaraku, Engkau juga Pahlawan

(Sekelumit perjuangan guru di daerah 3T)

Oleh: DewiRo

 

Pagi ini saya merasa benar-benar tersentuh, dengan apa yang sudah dirasakan oleh saudara saya dari sebuah SMA Negeri di Pagai Selatan. Dalam blognya, beliau memperkenalkan diri, bahwa untuk mencapai tempat mengabdi di kecamatan Pagai Selatan, yang menjadi salah satu kecamatan di garis terdepan Indonesia, menantang Samudra Hindia, bertatapan langsung dengan Pulau Madagaskar, di pesisir timur Afrika bagian Selatan, merupakan sebuah pulau paling ujung di gugusan kepulauan Mentawai. Itu hanya satu contoh saudaraku yang berjuang di daerah 3T, masih banyak pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa di luar sana.

Untuk mencapai tempat mengabdinya, memerlukan waktu setengah hari dari kota Padang, untuk mencapai sekolahnya, itu kalau cuaca sedang baik, kadang-kadang butuh satu hari satu malam untuk mencapainya dengan bergelut bersama badai di lautan untuk sampai di tempat tujuan. Sesampai di Pelabuhan, tidak bisa bersantai harus begegas, karena untuk mencapai sekolah memerlukan waktu 37 km, dengan menaklukkan tanah merah, hutan sunyi dan batuan karang untuk bertemu dengan siswa-siswa istimewa beliau, bertemu dengan para pejuang pendidikan dengan lampu lentera di setiap malamnya sebagai penerangan dalam pondok-pondok yang mereka huni

 

Saya pernah merasakan kesulitan itu. Di tahun pertama saya diangkat menjadi PNS pada 1989, disebuah kecamatan yang pada saat itu, sebelum bertugas di sana saya mencari tempat tujuan di peta pun tak nampak. Tentunya sebuah dilema bagi saya yang masih 23 tahun dengan semangat idealisme yang tinggi ternyata terbentur dengan kondisi yang tidak pernah terbayangkan, berangkat dari kota pelajar Yogyakarta, menuju provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, Kecamatan Kedondong. Pada waktu itu selalu terngiang dalam benak saya, cerita dari orang-orang bahwa masih banyak binatang buas seperti macan dan sebagainya.

Akhirnya, sampailah saya ke tempat tujuan dengan perjuangan yang saya rasakan begitu berat pada saat itu. Dari kota Bandar Lampung menuju ke sekolah yang dituju berjarak sekitar 50 km ( bisa ditempuh dalam waktu 4-5 jam, karena keterbatasan angkutan umum). Sangat terkenal dari masyarakat, bahwa tempat itu seperti tempat jin buang anak, karena saking sepinya dan kiri kanan adalah hutan belantara. Tentunya saat itu dengan transportasi seadanya dan tidak setiap saat ada.

 

Setelah sampai di tempat tujuan, mungkin bisa dikatakan sok, karena belum pernah terbayangkan dalam benak saya ada bentuk sekolahan SMA Negeri,  seperti yang saya lihat. Mungkin saya anggap bangunan yang tidak layak untuk sebuah sekolah. Sebuah bangunan yang hanya terdiri dari papan kayu yang sudah begitu tua, yang lubang di sana-sini tanpa olesan cap sedikitpun, pyur berwarna kayu kering lapuk dan dijadikan sebagai dinding yang disambung diatasnya adalah kawat. Listrik pun belum terjangkau apalagi fasilitas yang lain. Di tambah lagi banyak siswanya yang sudah berkumis, ternyata ada yang sama umurnya dengan saya, dan kebiasaan mereka yang biasa merokok dan masih suka membawa sajam (golok, belati dll) ke sekolah.

Itu adalah cerita 31 tahun yang lalu, 10 tahun saya mengabdi, sudah banyak terdapat perubahan dan kemajuan dari fasilitas sekolah yang ada. Itu semua, tentunya berkat semangat seluruh komponen baik Guru, masyarakat dan peran serta pemerintah. Jadi sudah 21 tahun yang lalu saya meninggalkan kota kenangan tersebut, untuk mengabdi ke tempat yang baru sampai dengan saat ini.

 

Rasa nano-nano yang saya rasakan pada 31 tahun yang lalu, yang saya anggap terasa begitu berat, ternyata masih belum apa-apa, dibandingkan  saudara-saudara saya, yang berada di daerah 3T, yang berjuang lebih berat dibandingkan apa yang saya rasakan 31 tahun yang lalu.

Di zaman milenial abad 21, pendidikan didengungkan dengan berbasis IT. Masih ada saudara kita dan putra-putri kita yang belum sepenuhnya mengenal dan mengenyam pendidikan berbasis IT, karena terkendalanya sarana-prasarana, dimana di tempat itu belum ada jaringan listrik yang selayaknya, jadi masih mengandalkan mesin genset, yang penggunaannya pun harus dengan alasan urgent, untuk bisa menyalakan dalam waktu satu atau dua jam saja.

 

Kiriman lantunan doa dan semangat dari saya, untuk saudara-saudara kita yang berjuang di garis terdepan, terluar dan tertinggal (3T), untuk terus tersenyum dalam berkarya. Menebarkan ilmu untuk anak negeri, mengajarkan cita-cita mulia, bagi putra-putri bangsa. Apa pun kendalanya, tak akan menyurutkan langka-langkahmu untuk berjuang.

Walau masa pandemi tanpa gawai bahkan listrik yang memadai,

kau akan terus melangkah.

Walau badai dan jarak ada,

kau tak kan surut.

Walau gelombang menghempasmu,

tak akan sanggup, ia menghalangi tulus hatimu

 

Semoga apapun yang saudara-saudara lakukan adalah sebuah ladang amal jariyah yang mulia.

Semoga cita-cita mulai dari Pendidikan nasional kita, yang di amanatkan dalam UUD NRI 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada  Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kompetensi yang relavan dengan perkembangan zaman, agar tidak terlindas oleh zaman, terwujud karena perjuangan para guru yang ikhlas dalam mengabdi.

Semangat saudar-saudaraku, terus berjuanglah, salam Merdeka

 

Salam Literasi

Tagur ke-217

Baliku, 18 Agustus 2020

https://sridewirokhimah.gurusiana.id/article/2020/08/perlukah-men-typo-tulisan-sebelum-tayang-5313874 

typo

 

https://sridewirokhimah.gurusiana.id/article/2020/08/perlukah-men-typo-tulisan-sebelum-tayang-5313874

Semangat Kemerdekaan, dalam Merdeka Mengajar

Semangat Kemerdekaan, dalam Merdeka Mengajar

Oleh: DewiRo

 

Tepat 75 tahun lalu, detik-detik mendebarkan, momentum yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, yaitu detik-detik diproklamasikan kemerdekaan Indonesia oleh Proklamator kita, Bung Karno dan Bung Hatta...

 

Dengan kalimat yang penuh makna, maka pekik kemerdekaan terdengar di seluruh penjuru Negeri. Kebebasan dari penjajahan yang sudah bertahan 350 tahun. Melumpuhkan segala sendi-sendi kehidupan, khususnya moral dan kepribadian bangsa karena kebodohan yang disebabkan penjajahan.

Sudahkah pendidikan negeri ini merasakan kemerdekaan?

Sudahkah bangsa ini, merasakan merdeka belajar maupun merdeka mengajar?

Tentang merdeka belajar mungkin sudah bisa dirasakan, walaupun belum semuanya berjalan sesuai yang diharapkan, minimalnya sudah bisa terlaksana, seperti USBN yang dselenggarakan sekolah, rencana menghapus UN, diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survei karakter.

Mas Menteri, menginginkan pembelajaran tidak hanya di dalam kelas, tapi bisa outing class. Justru pandemi ini, mewujudkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dengan sistem daring. Namun masih banyak kendala yang dialami oleh pelajar maupun pengajar.

Masih banyak pelajar yang belum bisa mengenyam Pendidikan secara maksimal, padahal mereka mempunyai cita-cita mulia, untuk bisa cerdas, agar tidak tertindas oleh kebodohan, yang akan menjerumuskan ke lubang kesengsaraan, seperti penjajahan masa lalu akibat kebodohan. Masih banyak para pelajar di seluruh penjuru negeri yang tidak atau belum mempunyai sarana untuk PJJ, baik itu gawai maupun terkendala oleh kuota dan juga faktor alam yaitu sinyal.

 

Bagaimana dengan merdeka mengajar?

Mungkin sangat sulit diterapkan, karena Pendidikan Nasional Indonesia mengacu pada kurikulum yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Karena, untuk bisa merdeka mengajar, guru harus mampu melakukan terobasan pembelajaran yang inovatif, mampu terwujudkan ke dalam kreativitas disegala kondisi dan keterbatasan sarana maupun prasarana.

Guru harus mampu mendesain pembelajaran, dengan segala kreativitas dan terobosan pembelajaran yang inovatif, itulah kemerdekaan mengajar. Ditambah bisa menciptakan sebuah program pembelajaran yang menarik bagi siswa. Kreativitas ini, membentuk dan menciptakan guru maupun siswa yang berprestasi dan berkarakter.

Dengan segala daya dan upaya, guru harus mampu mengkombinasikan model, strategi, tehnik dan taktik serta metode pembelajaran, yang akan membuat siswa dengan mudah menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, sehingga Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar yang esensial mampu dan bisa dikuasai oleh siswa dengan baik

 

Inilah saat yang tepat bagi para guru, untuk menciptakan kemerdekaan dalam mengajar. Dengan kreativitas dan inovasi pembelajaran dalam PJJ, dengan daring maupun luring atau mengkombinasikan keduanya, baik secara online maupun offline.

Kami, di SMP Negeri 1 Kuta Selatan, bersama-sama, bahu membahu, saling berbagi dan bersinergi, untuk bisa melaksanakan PJJ pada masa pandemi ini dengan semaksimal kemampuan kami.

Tentunya semua upaya pembelajaran harus mengedepankan keberpihakan terhadap kepentingan siswa. Bukan sesuai kemampuan dan keinginan guru.

Kami para guru, menggunakan metode dan model yang berbeda, tetapi tetap mengacu pada kepentingan dan keberpihakan kepada para siswa.

Kebanyakan menggunakan Google Classroom (GCR), masih uji coba Microsoft Office 365.

Saya sendiri memanfaatkan rumah Google Suite, yang di dalamnya banyak aplikasi yang bisa kita berdayakan seperti Google Formulir, bisa untuk presensi maupun tugas-tugas. Google Drive yang berkapasitas 15 GB untuk menyimpan data-data penting dan tugas para siswa.

Ada google Spreadsheet  atau Microsoft excel, untuk penghitungan berupa data angka, membuar grafik/chart, form cell.

Google Sites untuk membuat web pribadi atau web mini, yang fungsinya hampir seperti GCR, tapi menurut saya lebih simpel dan lebih mudah diakses oleh para siswa, bisa memuat materi, tugas, video dan lainnya, dan bisa menambah materi sesuai kebutuhan dengan link yang sama.

Yang paling anyar dari G-Suite adalah aplikasi Google Meet, ini sangat praktis, tidak perlu creat room untuk membuat meeting, siapapun bisa jadi hostnya.

Masih banyak lagi aplikasi selain G-Suite dengan berbagai aplikasi seperti Kahoot yang asyik juga untuk pembelajaran, sekali waktu kita bisa vicon tatap muka langsung dengan siswa menggunakan Zoom Cloud Meeting atau Cisco Webex, buat soal dengan Quiziis, Etmodo, Schoology dan lainnya.

Apapun canggihnya teknologi, wajib bagi guru untuk memperhatikan kebutuhan, kemampuan dan keadaan siswa, keperpihakan terhadap kepentingan siswa, harus diutamakan.

 

Mari berkreasi dan berinovasi tiada henti, terus meng-update dan meng-upgrade diri, agar tidak terlindas oleh zaman. Khususnya di era pendidikan 4.0, menuju tol langit pendididkan, yang mutlak berorientasi dan berbasis IT.

Untuk mewujudkan pendidikan nasional agar tetap maju dan berkembang, walau PJJ dan berbasis virtual tidak menghentikan merdeka belajar maupun merdeka mengajar, menuju Generasi Emas Indonesia.

Tetap isi kemerdekaan dengan segala kemampuan yang ada, untuk membentuk mental-mental tangguh yang berkarakter, agar tidak terkikis zaman.